”Pak kyai, sebagai non muslim, saya suka bertanya-tanya, Islam itu suka ngada-ngada ya?”, seorang dengan penampilan khas tiba-tiba menghadang kyai, lepas kyai memberikan ceramah.
”Ngada-ngada bagaimana?”, kyai heran. Kok bisa-bisanya ada orang tanpa permisi maen nyelonong kaya begitu. Mancing-mancing lagi.
”Babi kan diharamkan dalam Islam”, orang itu menangkap ceramah kyai soal keharaman babi. Rupanya orang ini memang punya niat melempar masalah, bukan sekedar mancing-mancing.
”Betul”, kyai menanggapi adem.
”Tapi kok, Allah yang mengharamkan babi, malah nyiptain babi? Ini kan buang-buang energi namanya. Sudah
diharamkan, diciptakan juga”, orang itu segera menumpahkan isi hatinya. Wah, reseh nih orang kata kyai dalam hati.
”Kan larangan makan babi memang untuk orang Islam”, kyai masih anteng menanggapi tanpa ekspresi.
”Tapi kan yang nyiptain babi tuhannya orang Islam”, orang ini seolah bernafsu menekuk kyai dengan cecaran jurus-jurus silat lidahnya yang masih kelihatan kaku. Mungkin sedang nyoba ilmu.
”Loh, memang tuhan sampeyan engga bisa bikin babi?”, kyai mulai pasang kuda-kuda dan melempar jurus dasar.
”Bisa. Tapi sudah cukup diwakili tuhannya Kyai”, orang itu mampu berkelit.
”Oooo begitcuuuu”, kyai mundur sedikit. Otaknya mulai bekerja lebih serius.
”Iyaaa laaaah, ngapain cape-cape kalo ada yang bisa menyediakan fasilitas”, orang ini semakin mengumbar jurus porovokasi. Pede sekali dia. Saking pedenya, disangkanya dia pasti akan berhasil melumpuhkan otak kyai kampung itu. Dia belum sepenuhnya tahu, kyai memang orang kampung, tapi otaknya seperti lulusan Al-Azhar, Kairo, Mesir. Mesir yang sekarang lagi banyakj demo anti Husni Mubarak.
”Trus, apa aja yang dibikin tuhan sampeyan”, clingngng!, tiba-tiba lampu bohlam di dalam kepala kyai menyala. Teraaang banget. Kaya Philips 100 watt.
”Banyak laaah”., begitu confident.
”Apakah sampeyan diciptakan oleh tuhan sampeyan”, kyai kembali mengeluarkan jurus dasar.
”Ooo pasti. Manusia itu lebih mulia dari apapun. Apalagi dibanding babi. Makanya tuhan saya engga menciptakan babi, tapi memilih menciptakan manusia”, orang itu menangkis berlebihan. Jurus dasar kyai diladeni dengan jurus level empat.
”Apakah isteri sampeyan juga diciptakan tuhan sampeyan?”, kyai masih tidak beranjak dari jurus dasar.
”Isteri?... ohh, maaf saya tidak menikah”, nah, kali ini orang itu terperosok. Kakinya nyangkut celananya sendiri.
”Kalo soal nikah atau tidak, itu urusan sampeyan. Maksud saya apakah wanita juga diciptakan tuhan sampeyan?”, kyai tahu sekarang. Bohlam di kepalanya makin terang.
”Iya laaaah, wanita juga kan manusia”, tidak disadari, pertahanan orang itu makin kendor. Kuda-kudanya mulai goyah karena lepas kendali.
”Tapi, mengapa sampeyan tidak menikah?”, telak. Kyai memutar balik kata-kata orang itu. Ibarat pedang ditangan orang itu, ditekuk kyai mengarah ke dadanya sendiri.
”Dalam agama saya, saya adalah manusia suci dan dalam posisi yang tidak dibolehkan menikah”, orang itu masih menyimpan sisa-sisa keberaniannya. Dia tidak sadar bahwa perlawanannya sedikit lagi akan berakhir.
”Mengapa begitu?”, kyai menguras tenaga orang itu dan memancingnya semakin berani.
”Agar saya tetap fokus melayani tuhan”, orang itu makin tersudut, tapi masih belum nyadar bahwa ia tersudut.
”Tapi mengapa tuhan sampeyan membuat wanita, padahal sampeyan sendiri tidak boleh menikah. Melarang menikahi wanita, malah nyiptain wanita. Ini kan buang-buang energi namanya”, umpan terakhir diberi kyai.
”Eit, sabar kyai, itu berlaku hanya untuk saya. Yang laen tidak. Silahkan menikah. Kalo babi kan haram untuk semua orang Islam”, tamat.
”Lhaa ... ya sudah. Babi itu kan haram untuk semua umat Islam saja, yang laen tidak. Silahkan makan babi kalo emang doyan. Wong babinya aja kaga protes dijadiin sebagai babi haram!”.
Keh keh keh keh.,.,
sumber
surah / surat : An-Nuur Ayat : 31
ReplyDelete31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
SEBAB TURUNNYA AYAT:
Ibnu Sakan di dalam kitab 'Fi Ma'rifatish Shahabah' mengetengahkan sebuah hadis melalui Abdullah ibnu Shubaih yang ia terima dari ayahnya, yang menceritakan, "Aku pernah menjadi budak milik Huwathib ibnu Abdul Uzza. Kemudian aku meminta perjanjian Kitabah untuk merdeka kepadanya, maka turunlah firman-Nya, 'Dan budak-budak yang kalian miliki yang menginginkan perjanjian...'" (Q.S. An Nur, 33).
Imam Muslim mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Abu Sofyan yang ia terima dari Jabir ibnu Abdullah r.a. yang menceritakan, bahwa Abdullah ibnu Ubay pernah mengatakan kepada seorang budak wanitanya, "Pergilah kamu melacurkan diri untuk mendapatkan sesuatu buat kami". Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran..." (Q.S. An Nur, 33).
Imam Muslim mengetengahkan pula dari jalur sanad ini, bahwasanya seorang budak wanita milik Abdullah ibnu Ubay yang dikenal dengan nama panggilan Masikah dan seorang budak lainnya yang bernama Umaimah, keduanya disuruh secara paksa untuk melakukan pelacuran, kemudian kedua budak wanita itu melaporkan hal itu kepada Nabi saw., lalu Allah swt. menurunkan firman-Nya, "Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran..." (Q.S. An Nuur, 33).
Imam Hakim mengetengahkan sebuah hadis melalui jalur Zubair yang ia terima dari Jabir, yang menceritakan, bahwa Masikah menjadi budak wanita milik salah seorang dari kalangan Anshar. Lalu ia menceritakan, "Sesungguhnya tuanku telah memaksa diriku supaya melacurkan diri, maka turunlah firman-Nya, 'Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran...'" (Q.S. An Nuur, 33).
Al Bazzar dan Imam Thabrani keduanya mengetengahkan sebuah hadis dengan sanad yang sahih melalui Ibnu Abbas r.a. yang menceritakan, bahwa Abdullah ibnu Ubay memiliki seorang budak wanita bekas pelacur di zaman jahiliyah. Ketika perbuatan zina diharamkan budak wanita itu berkata, "Demi Allah! Aku tidak akan berzina lagi untuk selama-lamanya". Maka turunlah firman-Nya, "Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran..." (Q.S. An Nuur, 33).
Al Bazzar mengetengahkan hadis yang serupa dengan hadis ini melalui Anas r.a. hanya sanadnya daif. Disebutkan di dalam hadisnya bahwa budak wanita itu bernama Muadzah. Said ibnu Manshur mengetengahkan sebuah hadis melalui Syakban ibnu Amr ibnu Dinar yang ia terima dari Ikrimah, bahwa Abdullah ibnu Ubay memiliki dua budak wanita; yang satu bernama Masikah dan yang kedua bernama Mu'adzah. Abdullah ibnu Ubay memaksa keduanya untuk melacurkan diri. Salah seorang di antara keduanya menjawab, "Jika perbuatan zina itu baik, maka sesungguhnya aku telah mendapatkan keuntungan yang banyak darinya dan jika perbuatan buruk, maka aku harus meninggalkannya". Maka turunlah firman-Nya, "Dan janganlah kalian paksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan pelacuran..." (Q.S. An Nuur, 33).